Infolinks In Text Ads

CARA MENGENAL LEBIH JAUH REFLEKS PADA BAYI

MENGENAL LEBIH JAUH REFLEKS PADA BAYI

Sejak lahir, tiap bayi punya refleks-refleks sebagai pertahanan diri. Perlu dirangsang agar kecerdasan dan kemampuan sosialnya berkembang baik.

Coba, deh, amati si kecil yang baru lahir sedang tidur nyenyak. Ibu dan Bapak pasti akan mendapati, tak jarang si kecil tiba-tiba bergerak seperti orang kaget tapi tak terbangun. Sampai-sampai, tak sedikit orang tua yang takut, nanti bayinya akan kena penyakit jantung lantaran kerap terkaget-kaget seperti itu. Padahal, tiap bayi baru lahir pasti akan menunjukkan gerakan seperti itu, disebut refleks kaget atau refleks Moro.

Refleks pada bayi merupakan gerakan primitif yang tak terkontrol atau gerakan involuntary. “Gerakan ini tak diajarkan, tapi ada dalam diri bayi secara biologis, bahkan mungkin sejak di kandungan,” terang psikolog dari Bagian Perkembangan Anak, Fakultas Psikologi UI, Dra. Retno Pudjiati Azhar. Jadi, sifatnya bawaan. Fungsinya, sebagai pertahanan diri dari sesuatu hal yang bisa membahayakan diri bayi.

Bahkan, tambah Retno, refleks bisa menjadi tools atau alat bagi ahli untuk mengindikasi ada-tidak suatu kelainan pada si bayi. Makanya, begitu bayi lahir, dokter akan mendeteksi perkembangan awalnya dengan melihat refleks-refleks. “Bila refleksnya tak muncul, bisa dikarenakan perkembangan yang lambat pada otak atau ada kerusakan otak, misal, ada trauma di kepalanya ketika lahir. Karena bagaimanapun, refleks-refleks berada dalam susunan saraf tepi otak.”

ANEKA REFLEKS

Ada banyak macam refleks pada bayi, tapi umumnya yang dikenal ada 9 refleks. Di awal-awal kehidupan, yang jelas tampak adalah refleks Moro tadi, seperti gerakan orang kaget. “Bisa karena mendengar suara yang mengagetkan, bisa juga secara spontan tanpa ada stimulan apa pun,” jelas Retno.

Kemudian, refleks sucking (mengisap) dan refleks rooting (memalingkan muka bila pipinya disentuh). Kedua refleks ini hampir berbarengan terjadinya. “Jika ibu menyentuhkan tangannya ke pipi bayi, maka si bayi akan berpaling dan langsung keluar refleks mengisapnya, yaitu mengisap puting si ibu.” Refleks ini sering dikatakan, refleks untuk pertahanan diri. Dalam arti, untuk memenuhi kebutuhan bayi dengan mengisap susu.

Ada lagi refleks blinking. “Jika bayi terkena sinar atau hembusan angin, matanya akan menutup atau dia akan mengerjapkan matanya.” Juga ada refleks babinski. “Bila telapak kakinya disentuh, bayi akan menarik kakinya atau jari-jemarinya mengembang.” Selain itu, bila kita pegang tubuhnya dengan posisi berdiri atau diangkat badannya, tampak kedua kakinya seperti bergerak menjejak-jejak, disebut refleks stepping. Sementara bila telapak tangannya disentuh, bayi akan refleks menggenggam, disebut refleks grasping.

Refleks lain, bila kita menelungkupkan bayi akan muncul refleks swimming (seperti gerakan berenang). Sebaliknya, jika bayi ditelentangkan, akan tampak gerakan berlawanan arah antara kepala dan tubuhnya. Maksudnya, bila kepalanya menengok ke arah kanan, maka bagian tubuhnya seperti bergerak ke arah sebaliknya dengan kedua tangan biasanya menggenggam. Ini dinamakan refleks tonic neck.

Ada pula refleks-refleks kecil seperti coughing, yaitu refleks batuk. “Mungkin awalnya bukan merupakan refleks, tapi penelitian berkembang dan akhirnya dianggap refleks.” Selain itu, ada refleks yawning, yakni refleks seperti menjerit kalau ia merasa lapar, biasanya kemudian disertai dengan tangisan.

BISA HILANG ATAU TERKENDALI

Refleks-refleks ini, terang Retno, pada akhirnya ada yang hilang, ada pula yang berubah jadi lebih terkontrol. Refleks yang menghilang adalah refleks Moro, biasanya di usia 5 bulan. Kemudian refleks swimming dan tonic neck yang menghilang sekitar usia 9 bulan, yaitu kala bayi sudah bisa duduk.

Sedangkan refleks-refleks yang berubah jadi terkendali adalah refleks rooting dan sucking. “Biasanya dimulai dari usia 3 bulan. Fungsinya pun jadi berkembang, yaitu kemampuan untuk makan dan minum.” Demikian pula dengan refleks grasping, coughing, blinking, yawning juga tak hilang. Namun untuk refleks stepping masih menjadi perdebatan, apakah berkembang jadi kemampuan berjalan ataukah tidak.

Jika refleks-refleks yang pada saatnya harus hilang ternyata tak hilang, berarti ada sesuatu yang salah pada si kecil. “Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut, apakah salahnya karena perkembangannya terlambat atau ada kerusakan otak.” Hal ini sebaiknya dikonsultasikan ke ahlinya, yaitu dokter anak.

Soalnya, jelas Retno, refleks mengindikasikan adanya perkembangan otak. “Sama halnya dengan refleks yang tadinya tak terkontrol lalu jadi terkontrol, itu, kan, mengindikasikan otaknya juga berkembang.” Padahal, perkembangan otak sangat erat kaitannya dengan kecerdasan si bayi kelak. “Jadi, adanya gangguan perkembangan otak, pertanda kecerdasannya kelak juga akan terganggu. Bukan itu saja, perkembangan-perkembangan lainnya juga terganggu.”

RANGSANG AGAR CERDAS

Itu sebab, jelas Retno pula, bayi yang mempunyai refleks cepat terhadap suatu rangsang tertentu, lebih baik perkembangan otaknya dibanding yang refleksnya lambat. Misal, bayi yang lambat dalam refleks menggengam, biasanya motorik halusnya juga tak baik. “Hal ini tentunya akan berpengaruh pada kemampuan menulisnya kelak, yaitu jadi tak sebaik anak lain.”

Selain itu, bila dilihat dari perkembangan sosialnya, refleks merupakan kemampuan sosial awal pada bayi. Misal, si ibu pegang pipi si bayi, muncul refleks si bayi seperti menoleh dan mengisap. Respon selanjutnya dari si bayi bisa tersenyum atau tertawa pada si ibu. Jadi, ada kesenangan-kesenangan pada si bayi. Ini, menurut Retno, merupakan tahap awal dari bermain atau early infant play.

Maka dari itu, saran Retno, orang tua seyogyanya sering merangsang bayi, hingga refleks-refleksnya mudah dikenali. “Bukan tak ada manfaatnya, lo, memberikan rangsangan pada reflek-refleks bayi. Justru bisa semakin menumbuhkan keingintahuannya dan keinginannya untuk berkomunikasi dan bersosialisasi. Tentunya ini berkaitan dengan kecerdasan dan juga kemampuan sosialnya, yang akan menjadi lebih baik.”

0 comments:

Posting Komentar