Infolinks In Text Ads

CARA PENATALAKSANAAN TRAUMA THORAKS

PENDAHULUAN

Rongga toraks merupakan suatu rongga yang diisi oleh berbagai organ tubuh yang sangat vital, diantarannya : jantung, paru, pembuluh darah besar.

Rongga toraks dibentuk oleh suatu kerangka dada berbentuk cungkup yang tersusun dari tulang otot yang kokoh dan kuat, namun dengan konstruksi yang lentur dan dengan dasar suatu lembar jaringan ikat yang sangat kuat yang disebut Diaphragma. Konstruksi kerangka dada tersebut diatas sangat menunjang fleksibelitas fungsinya, diantaranya : fungsi perlindungan terhadap trauma dan fungsi pernafasan.

Hanya trauma tajam dan trauma tumpul dengan kekuatan yang cukup besar saja yang mampu menimbulkan cedera pada alat / organ dalam yang vital tersebut diatas.

PATOFISIOLOGI

Trauma terhadap thoraks terdiri atas trauma tajam dan trauma tumpul.

Pada trauma tajam, terdapat luka pada jaringan kutis dan subkutis, mungkin lebih mencapai jaringan otot ataupun lebih dalam lagi hingga melukai pleura parietalis atau perikardium parietalis. Dapat juga menembus lebih dalam lagi, sehingga merusak jaringan paru, menembus dinding jantung atau pembuluh darah besar di mediastinum.

Trauma tajam yang menembus pleura parietalis akan menyebabkan kolaps paru, akibat masuknya udara atmosfer luar kedalam rongga paru. Bila pleura viseralispun tertembus, kemungkinan trauma tajam terhadap jaringan paru sangat besar, sehingga selain terjadi penurunan ventilasi akibat hubungan pendek bronkho – udara luar melalui luka tajam, mungkin terjadi pula Hemoptoe massif dengan akibat – akibatnya.

Trauma tajam yang melukai perikardium parietalis dapat menimbulkan tamponade jantung dengan tertimbunya darah dalam rongga pericardium, yang akan mampu meredam aktivitas Diastolik jantung. Eksanguinasi akibat tembusnya dinding jantung atau pembuluh darah besar di mediasternum, mampu menimbulkan henti jantung dalam waktu 2 – 5 menit, tergantung derajat perdarahannya.

Satu jenis lain dari trauma tajam, yaitu trauma tertembus peluru. Fatalitas akibat trauma peluru ini lebih besar dari jenis trauma tajam lainnya, karena faktor kerusakan jaringan yang lebih besar akibat rotasi berkecepatan tinggi dari pleura, berakibat luka tembus keluar yang relatif lebih besar dari luka tembus masuk.

Trauma tumpul toraks, bila kekuatan trauma tidak cukup besar, hanya akan menimbulkan desakan terhadap kerangka dada, yang karena kelenturannya akan mengambil bentuk semula bila desakan hilang. Trauma tumpul demikian, secara tampak dari luar mungkin tidak memberi gambaran kelainan fisik, namun mampu menimbulkan kontusi terhadap otot kerangka dada, yang dapat menyebabkan perdarahan in situ dan pembentukan hematoma inter atau intra otot, yang kadang kala cukup luas, sehingga berakibat nyeri pada respirasi dan pasien tampak seperti mengalami dispnea.

Trauma tumpul dengan kekuatan cukup besar, mampu menimbulkan patah tulang iga, mungkin hanya satu iga, dapat pula beberapa iga sekaligus, dapat hanya satu lokasi fraktur pada setiap iga, dapat pula terjadi patahan multiple, mungkin hanya melibatkan iga sisi unilateral, mungkin pula berakibat bilateral.

Trauma tumpul jarang menimbulkan kerusakan jaringan jantung, kecuali bila terjadi trauma dengan kekuatan cukup besar dari arah depan, misalnya : akibat dorongan kemudi atau setir mobil yang mendesak dada akibat penghentian mendadak mobil berkecepatan sangat tinggi yang menabrak kendaraan atau bangunan didepannya. Desakan setir mobil tersebut mampu menimbulkan tamponade jantung, akibat perdarahan rongga pericardium ataupun hematoma dinding jantung yang akan meredam gerakan sistolik dan diastolik.

Dorongan atau pukulan tumpul terhadap dinding kerangka dada yang demikian kuatnya, sehingga melebihi kekuatan kelenturan iga, dapat menimbulkan fraktur iga dan ujung fragmen fraktur dapat merusak pleura parietalis ataupun bahkan pleura viseralis dan jaringan paru. Setelah trauma hilang, fragmen iga yang fraktur tersebut akan kembali kepada kedudukan semula akibat kelenturannya, dan akibat kelengkungan bentuk iga yang menggembung kearah keluar kerangka, serta pengikatan antar iga oleh otot inter-oseus/otot intekostalis.

Keadaan tersebut diatas, meskipun secara morfologis hanya di dapat fraktur sederhana dan tertutup dari iga dalam kedudukan baik, namun mampu menimbulkan hematotoraks atau pneumotoraks, bahkan tidak tertutup kemungkinan terjadi “Tension Pneumotorax”, karena terjadi keadaan dimana alveoli terbuka, pleura viseralis dengan luka yang berfungsi “Pentil” dan luka pleura parietalis yang menutup akibat desakan udara yang makin meningkat di rongga pleura. Tension pneumotoraks selanjutnya akan mendesak paru unilateral, sehingga terjadi penurunan ventilasi antara 15 – 20 %.

Bila desakan berlanjut, terjadi penggeseran mediastinum kearah kontralateral dan selanjutnya bahkan akan mendesak paru kontralateral yang berakibat sangat menurunnya kapasitas ventilasi.

Kerusakan jaringan paru dengan terbukannya alveoli, memungkinkan terjadinya emfisem subkutis, akibat penyebaran udara yang keluar dari alveoli dan menyusup masuk kedalam jaringan interstisial paru menuju mediastinum, dan selanjutnya menyebar melalui media subkutis. Emfisema subkutis ini dapat menyebar secara umum keseluruh permukaan tubuh dan sangat kentara dengan “Penggelembungan” skrotum atau labiya mayora.

PENEGAKAN DIAGNOSA

Laksanakan triase dengan menetapkan status pasien

Adanya nadi perifer dan kwalitasnya

Adakah denyut jantung

Keadaan kelancaran nafas, adakah dispnea atau apnea, adakah hambatan pada jalan nafas.

Kualitas respirasi.

Adakah jejas trauma

Luka tusuk atau luka tembus peluru

Adakah fraktur iga, klavikula atau skapula

Waspadai trauma tulang belakang dengan konsekwensi paraplegia / para-paresis

Evaluasi kelainan intratoraks

Pneumotoraks, terutama tension-pneumotoraks dan hematotoraks

Tamponade jantung

Evaluasi kerangka dada

Hematoma luas dinding kerangka dada

Emfisema subkutis

Respirasi paradoksal akibat “Flail Chest” pada keadaan fraktur iga multipel

Evaluasi penunjang medis

Pemeriksaan hemoglobin darah dan hematokrit

Pemeriksaan rongten toraks AP setengah duduk dan lateral

TINDAKAN PENANGGULANGAN

Emfisema Subkutis :

Tertuju pada penyebab utamanya.

Dalam keadaan emfisema subkutis yang hebat, bila mana terjadi penekanan leher dan gangguan pernafasan, dilakukan trakheostomi dan insisi kutis-subkutis.

Tension Pneumotoraks :

Secara darurat dengan menusukan jarum yang cukup besar kedalam rongga pleura untuk drainase udara.

Pneumotoraks dan Hematotoraks :

Pada keadaan dimana terdapat gangguan ventilasi dan / atau kolaps paru, dipasang “Water Sealed Drainage” dari rongga pleura (Drainage Kedap Air Rongga Pleura).

 “Flail Chest”

Dapat dipasang filtrasi plester pada kutis dinding dada. Bila tidak berhasil, perlu dilakukan fiksasi iga secara operatif.

Hemoperikardium

Yang menyebabkan “Cardiac Distress” akibat tamponade jantung dilakukan aspirasi darah untuk tindakan sementara. Tindakan terpilih adalah segera dilakukan operasi torakotomi.

Laserasi Jaringan Paru

Pada keadaan laserasi jaringan paru menimbulkan gangguan ventilasi secara progresif, perlu dipertimbangkan segera tindakan invasive torakotomi dan bila perlu lobektomi.

KEADAAN KHUSUS :

Ada dua keadaan khusus yang perlu didalami secara sungguh-sungguh, karena tanpa disertai kelainan organ lain, mampu menyebabkan terjadinya mati mendadak pada pasien dengan trauma tumpul kerangka dada :

 “Traumatic Wet Lung”, dimana terdapat penambahan secara drastis jumlah cairan interstisial paru dan intra-alveolar, dan akan menimbulkan anoksia jaringan dan anoksia alveolar.

Pada tamponade jantung progresif, terjadi triad dan beck, yaitu penambahan jumlah hemoperikardium pada setiap sistolik dengan suara sistolik yang makin melemah pada observasi berkelanjutan, tekanan arterial yang makin menurun dan tekanan vena yang makin meningkat.

PENUTUP

Menghadapi pasien dengan trauma toraks, triase pertama adalah evaluasi terhadap fungsi kardio-pulmoner secara sangat cermat dan teliti. Bila telah dapat ditegakkan “Assesment” kardio pulmoner dan telah dilaksanakan tindakan penanggulangan kegawat daruratan medis utama, perlu dilakukan “Assesment” kerangka dan rongga toraks secara seksama.

Penguasaan ilmu dan teknik pemeriksaan fisik dada akan sangat menunjang kualitas hasil pertolongan yang diberikan.

0 comments:

Posting Komentar