Infolinks In Text Ads

Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi

Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi

Hipotermia

Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, hipoglikemia.

Pneumotoraks

ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini.

Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah.

Trombosis vena

Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.

Uji kembali  efektifitas :

- Ventilasi

- Kompresi dada

- Intubasi Endotrakeal

-  Pemberian epinefrin

Pertimbangkan kemungkinan :

- Hipovolemia

- Asidosis metabolik berat

Evaluasi

•           Apakah bayi lahir dengan usia kehamilan yang memadai?

•           Apakah cairan amnion bebas dari mekonium dan tanda-tanda infeksi?

•           Apakah bayi bernapas atau mennagis?

•           Apakah tonus otot bayi baik?

Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah “ya,” maka bayi tidak memerlukan resusitasi. Bayi dapat dikeringkan, langsung diletakkan di dada ibunya dan dibungkus dengan kain linen hangat untuk mempertahankan suhu. Harus dilakukan pengawasan terus menerus terhadap pernapasan, aktivitas, dan pewarnaan.

Jika jawaban dari salah satu atau semua pertanyaan di atas adalah “tidak,” maka bayi masuk ke dalam salah satu tindakan berikut:

1.         Langkah awal stabilisasi (berikan kehangatan, posisikan bayi, bebaskan jalan napas, keringkan, stimulasi, reposisi)

2.         Bernapas, yaitu dengan ventilasi

3.         Kompresi dada

4.         Pemberian adrenalin dan/atau ekspansi volume

Diperlukan waktu tiga puluh detik untuk menyelesaikan setiap langkah, dan menentukan apakah langkah selanjutnya diperlukan.

Teknik Resusitasi (Tabel 5.1)

Resusitasi TABC yaitu mempertahankan temperatur (Temperature), jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation) yang ditunjukkan oleh Bagan ILCOR (International Liaison Committee on Resuscitation) (Gambar 5.1).

Langkah Dasar

Langkah awal resusitasi neonatal sama pentingnya dengan aspek lainnya. Langkah tersebut yaitu mencegah hilangnya panas, keracunan, suctioning, evaluasi dan stimulasi taktil.

Mencegah hilangnya panas.

Bayi harus ditempatkan di bawah sumber radiasi panas (radiator pemanas, lampu bohlam, atau pemanas) dengan matras/kain linen yang sudah dihangatkan sebelumnya. Bayi dikeringkan dengan benar, kain linen basah diganti dan kemudian dibungkus dengan kain hangat dan selimut. Setelah dikeringkan, ia diletakkan bersentuhan kulit di dada atau perut ibunya untuk mempertahankan kehangatan. Bayi prematur memerlukan teknik penghangatan tambahan seperti membungkus bayi dengan plastik atau kantung (plastik tahan panas yang bisa digunakan untuk makanan) dengan kepala bayi di luar kantung sementara tubuh terbungkus sepenuhnya. Hal ini efektif mengurangi hilangnya panas selama resusitasi.

Hipertermia juga harus dihindari karena berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas SSP. Tujuan dari tindakan ini adalah mencapai normotermia dan menghindari hipertermia.

Posisikan bayi.

Bayi paling baik diletakkan terlentang atau menyamping dengan kepala pada posisi netral atau sedikit ekstensi, menggunakan sandaran bahu satu inchi, dan jika mungkin, dengan kepala menghadap ke arah sisi.

Suctioning.

Bayi baru lahir yang sehat dan aktif biasanya tidak memerlukan suctioning pada waktu dilahirkan. Sekresi dapat disingkirkan dari hidung dan mulut menggunakan selang atau handuk. Jika diperlukan suctioning, bersihkan dahulu sekresi dari mulut kemudian hidung dengan bulb syringe atau kateter suction (8 atau 10 Fr). Tekanan suction tidak boleh melebihi 80-100 mm Hg. Suction faringeal yang agresif dapat menyebabkan spasme laringeal dan bradikardia vagal sehingga mengakibatkan keterlambatan pernapasan spontan.

Membersihkan jalan napas dari mekonium.

Bayi yang dilahirkan dengan cairan yang mengandung mekonium beresiko mengalami pneumonia respirasi. Intrapartum suctioning (menghisap dari mulut dan faring bayi sebelum mengeluarkan bahu) tidak mempengaruhi insidens atau beratnya sindrom aspirasi mekonium sehingga tidak lagi dianjurkan. Jika bayi tidak menunjukkan respirasi atau mengalami depresi pernapasan, hipotonia atau bradikardia, menghisap mekonium dari faring harus dilakukan dibawah pengawasan dan, jika diperlukan, diikuti intubasi singkat dan suction trakea. Penghangatan dapat diberikan oleh radiator pemanas namun pengeringan dan stimulasi  biasanya harus ditunda pada bayi dengan keadaan demikian.

Suction trakea dilakukan dengan memasang suction langsung ke endotracheal tube pada waktu dikeluarkan dari jalan napas. Suction melalui kateter yang dimasukkan ke dalam tube ET tidak dianjurkan. Intubasi dan suctioning dilakukan kembali sampai hanya sedikit mekonium yang ditemukan. Akan tetapi, jika denyut jantung atau respirasi sangat terdepresi, maka perlu dilakukan ventilasi tekanan

positif walau ditemukan sedikit mekonium di jalan napas. Tracheal suctioning bayi aktif dengan cairan dengan bercak mekonium tidak memperbaiki hasil dan dapat menyebabkan komplikasi.

Stimulasi taktil.

Stimulasi dilakukan dengan mengeringkan dan suctioning biasanya cukup untuk memulai respirasi efektif pada sebagian besar bayi baru lahir. Rangsang taktil tambahan diberikan dengan menggosok telapak kaki atau menggosok punggung, dilakukan sekali atau dua kali, bersama dengan pemberian oksigen aliran bebas. Stimulasi taktil bisa memicu respirasi spontan pada bayi apnu primer namun apabila ia tidak merespon tindakan ini, maka bayi apnu sekunder sehingga dibutuhkan ventilasi tekanan positif.

Evaluasi Periodik dengan Interval 30 Detik

Setelah pemeriksaan awal dan langkah awal, resusitasi lanjut harus dipandu pemeriksaan simultan respirasi, denyut jantung, dan warna. Bayi harus bernapas reguler yang memadai untuk memperbaiki warna dan mempertahankan denyut di atas 100 denyut per menit.

Semua bayi baru lahir harus diperiksa:

1.         Respirasi

2.         Denyut jantung

3.         Warna

Nilai Apgar yang biasa digunakan tidak memiliki manfaat untuk resusitasi neonatal.

Respirasi.

Respirasi dinilai dengan mengamati dada dan menggolongkannya ke dalam pernapasan spontan, ektif, apnu atau terengah. Sebagian besar bayi baru lahir dapat bernapas reguler dengan warna yang baik dan denyut diata 100 kali per menit setelah upaya pernapasan awal. Terengah atau apnu mengindikasikan perlunya penggunaan ventilasi.

Denyut jantung.

Denyut jantung dimonitor dengan auskultasi precordium menggunakan stetoskop atau palpasi pulsasi korda umbilikalis yang dihitung selama enam detik kemudian dikalikan sepuluh. Denyut jantung normal lebih dari 100 kali per menit.

Warna.

Warna bayi dapat dikelompokkan menjadi sianosis sentral, sianosis perifer, atau merah muda. Neonatus sehat akan tampak merah muda tanpa oksigen. Acrosianosis (warna kebiruan pada kaki atau tangan saja) biasa ditemukan pada awal dan bisa menjadi petunjuk keadaan lain seperti stress dingin. Sianosis sentral biasanya ditemukan di wajah, badan dan mukosa. Pucat (pallor) bisa disebabkan hipotensi, hipovolemia, anemia berat, hipotermia atau asidosis.

Pemberian oksigen.

Secara konvensional, resusitasi dilakukan dengan pemberian oksigen 100%. Terdapat kekhawatiran mengenai potensi efek samping pemberian oksigen 100% pada bayi baru lahir. Uji kontrol acak menunjukkan reduksi signifikan mortalitas dan tidak ada tanda kerusakan pada bayi yang diresusitasi di udara ruang dibandingkan dengan oksigen 100%, walaupun masih ada masalah metodologis mengenai penelitian tersebut dan hasilnya harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Resusitasi saat ini bisa dilakukan dengan udara ruangan atau oksigen 100% atau campuran keduanya. Dianjurkan oksigen tambahan harus tersedia apabila 90 detik setelah persalinan keadaan tidak membaik. Oksigen tambahan juga dianjurkan apabila ventilasi tekanan positif mengindikasikan resusitasi. Pada keadaan dimana oksigen tambahan tidak tersedia, ventilasi tekanan positif harus diberikan dengan udara ruang.

Oksigen aliran bebas 5 liter per menit harus diberikan pada bayi yang bernapas namun mengalami sianosis sentral. Hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan masker wajah atau sungkup tangan di sekitar selang oksigen di dekat wajah bayi.

Ventilasi

Ventilasi efektif saja merupakan kunci resusitasi semua bayi yang apnu atau bradikardi pada waktu lahir. Ventilasi tekanan  positif harus dilakukan apabila bayi masih tetap apnu atau terengah, jika denyut jantung < 100 kali per menit setelah 30 detik dilakukannya langkah pertama, atau bayi masing mengalami sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen tambahan.

Napas awal harus mencapai tekanan 30-40 cm H2O kemudian 15-20 cm H2O. Paru prematur bisa rusak oleh inflasi volume besar pada waktu lahir yang bisa menyebabkan displasia bronkopulmoner. Inflasi paru awal pada bayi prematur harus dilakukan dengan tekanan inflasi lebih rendah 20-25 cmH2O, walaupun beberapa bayi tidak merespon tekanan yang lebih tinggi. Laju optimal ventilasi 40-60 pernapasan per menit dilakukan pada hitungan tekanan satu-dua-tiga-remas. Kantong diremas hanya dengan ujung jari dan bukan dengan seluruh tangan.

Ventilasi yang adekuat  ditandai oleh naik turunnya dada, terdengarnya bunyi napas pada auskultasi, mempertahankan denyut jantung diatas 100 per menit, bernapas spontan dan warna kulit yang merah.

Respon yang tidak adekuat terhadap ventilasi dapat disebabkan oleh:

–      kurang rapatnya sungkup dan wajah

–      obstruksi jalan napas

–      kurangnya tekanan inflasi

–      oksigen yang tidak adekuat (periksa pasokan oksigennya dan penyalurannya)

CPAP atau PEEP selama resusitasi

Terdapat bukti bahwa CPAP atau PEEP berguna dan tidak berbahaya untuk bayi preterm dengan paru yang kurang fleksibel. CPAP/PEEP harus dipertimbangkan saat resusitasi pada bayi yang sangat prematur. Selang orogastrik diperlukan untuk mendeflasi lambung saat resusitasi dengan kantong dan ventilasi sungkup berlangsung lebih dari dua menit. Tube ukuran 6-8 Fr dimasukkan dalam lambung dan isi lambung dihisap, lalu ujungnya dibiarkan terbuka.

Setelah ventilasi selama 30 detik, nilai ulang pernapasan dan denyut jantung. Jika sudah terdapat napas spontan yang teratur dan denyut jantung diatas 100/menit, IPPV dapat dilepas. Jika pernapasan belum adekuat dan denyut jantung masih dibawah 100, IPPV dilanjutkan. Jika denyut jantung dibawah 60 kali per menit, IPPV dilanjutkan dengan kompresi dada dan intubasi endotrakeal.

Kantong resusitasi.

Kantong (bag) resusitasi yang bisa mengembang sendiri biasanya digunakan pada neonatus, lebih cocok yang bervolume 240 ml untuk menghasilkan voleme tidal 5-8 ml/ kg. Ventilasi efektif juga dapat dicapai dengan kantong yang mengembang akibat aliran udara atau T-piece. Tidak terdapat cukup bukti yang mendukung penggunaaan “laryngeal mask airway” sebagai alat utama dalam resusitasi neonatus pada keadan-keadaan: cairan amnion yang bercampur dengan mekonium, saat diperlukan kompresi dada, pada bayi dengan berat lahir sangat rendah, atau pada bayi yang dilahirkan secara darurat dengan menggunakan obat-obatan intratrakeal.

Sungkup (Facemask).

Sungkup harus erat dengn mulut dan hidung tanpa menutupi mata. Ukurannya biasanya 0 dan 1 dan berbentuk bulat atau anatomis. Penting melakukan pengetesan alat sebelum dipakai dengan menempelkan ke telapak tangan untuk mengetahui tekanan yang adekuat, katup yang bekerja dengn baik, dan tidak ada kerusakan lain.

Dua kontra indikasi penting untuk ventilasi kantong dan sungkup adalah:

1.         cairan bercampur mekonium yang kental sebelum suction trakeal.

2.         hernia diafragmatika.

Intubasi Endotrakeal

Indikasi intubasi endotrakeal adalah:

-ventilasi kantong dan sungkup yang tidak efektif

-dengan kompresi dada

-saat diperlukan suction trakeal

-hernia diafragmatika

-bayi dengan berat lahir sangat rendah

-untuk pemberian obat endotrakeal.

Kedalaman tuba endotrakeal yang dimasukkan untuk intubasi orotrakheal dapat dihitung dengan rumus: “berat badan bayi dalam Kg ditambah 6 cm” : ini adalah kedalaman di bibir dalam cm. Intubasi oral dilakukan menggunakan laringoskop dengan blade lurus (ukuran 0 untuk preterm dan ukuran 1 untuk bayi aterm). Bayi diletakkan di permukaan yang rata dengan kepala di tengah dan leher agak ekstensi. Operator berdiri di sebelah atas kepala bayi, memegang laringoskop di tangan kiri, dan menstabilkan kepala bayi dengan tangan kanan. Blade laringoskop dimasukkan melewati lidah dan ujungnya diarahkan ke epiglotis. Blade lalu diangkat untuk membuat kotak suara terlihat, lalu tuba endotrakeal dimasukkan. Mungkin diperlukan penekanan pada krikoid.

Konfirmasi terpasangnya tuba endotrakeal dengan mendengarkan bunyi napas napas yang sama di kedua aksila, terdapat perbaikan denyut jantung, aktivitas dan warna kulit, tampak dada yang naik turun, dan terdapat uap yang mengembun pada bagian dalam tuba endotrakeal setiap ekshalasi. Tiga hal yang harus dilakukan setelah intubasi adalah memperhatikan penanda cm pada tuba setinggi bibir atas, fiksasi pada wajah, dan pemendekan ujung tuba hingga 4cm dari atas bibir. Komplikasi yang dapat terjadi: hipoksia, bradikardi, apnea, pneumotroraks, cedera jaringan lunak, dan infeksi.

Kompresi dada.

Kompresi dada diindikasikan bila, setelah 30 menit ventilasi dengan kantong dan sungkup 100% oksigen, denyut jantung masih tetap dibawah 60 kali per menit. Kompresi dada harus selalu disertai ventilasi dengan 100% oksigen.

Teknik Kompresi.

Teknik yang dapat digunakan adalah teknik dengan dua telapak tangan dan teknik dua jari. Teknik dua telapak tangan adalah teknik yang lebih disukai. Kedua ibu jari diletakkan di sternum, berdekatan atau saling tumpang tindih, dan jari yang lain mengelilingi dada dan menopang bagian belakang. Cara lainnya, dua jari diletakkan di atas sternum, sedangkan tangan yang lainnya menopang bagian belakang.

Tekanan yang diperlukan adalah penekanan dada sedalam kira-kira sepertiga diameter anteroposterior dada, dilakukan pada sepertiga sternum bagian bawah. Kompresi dada harus dilakukan dengan lembut dan menghasilkan pulsasi yang teraba. Selama melakukan  kompresi dada, jangan mengangkat ibu jari atau kedua jari dari sternum. Diperlukan 3 kompesi dada dan 1 ventilasi (3:1), dengan total 90 kompresi dada dan 30 ventilasi dalam satu menit. Denyut jantung diperiksa ulang tiap 30 detik dan kompresi dada terus dilanjutkan hingga denyut jantung lebih dari 60 kali/menit. Kompresi dada beresiko menimbulkan patah tulang rusuk dan pneumothoraks. Hindari penekanan langsung pada tulang rusuk, xiphisternum dan abdomen.

Obat-obatan

Obat-obatan jarang diperlukan pada resusitasi neonatus. Bradikardi yang dijumpai biasanya akibat inflasi paru yang tidak adekuat atau hipoksia; bradikardi biasanya membaik dengan ventilasi yang adekuat. Obat-obatan diperlukan hanya jika denyut jantng tetap dibawah 60 kali/menit meskipun telah diberikan ventilasi dengan 100% oksigen dan kompresi dada.

Rute pemberian.

Rute pemberian yang lebih disukai adalah vena umbilikalis karena dapat diakses dengan mudah. Semua obat-obatan dan volume expanders dapat melalui rute ini. Biasanya digunakan selang kateter ukuran 5 Fr. Rute lain yang bias dipilih adalah vena perifer dan intratrakeal.

Obat yang bisa digunakan pada resusitasi neonatus adalah adrenalin, volume expanders, naloxone dan sodium bikarbonat.

Volume expanders.

Hipovolemia saat kelahiran bermanifestasi sebagai pucat yang menetap selama oksigenasi, perfusi yang jelek, nadi yang jelek meskipun denyut jantung baik dan tidak berespon pada resusitasi. NaCl 0,9% adalah cairan pilihan, dengan dosis 10 ml/kg  IV selama 5 menit. Jika tanda-tanda hipovolemi menetap, pemberian volume expanders dapat diulang.

Naloxone.

Naloxone hidroklorida adalah antagonis narkotika yang diindikasikan untuk depresi napas berat pada neonatus dengan riwayat penggunaan narkotik pada ibu dalam 4 jam sebelum melahirkan. Bayi harus diventilasi dan mengalami perbaikan denyut jantung dan warna kulit sebelum diberi naloxone. Nalaxone tersedia dalam sediaan 0,4 mg/ml dan diberikan 0,1ml/kg IM atau IV.

Adrenalin.

Indikasi penggunaan adrenalin adalah denyut jantung dibawah 60/menit setelah 30 detik dilakukan IPPV dan kompresi dada, atau jika terdapat asistol. Sediaan standar adrenalin adalah 1:1000, ini diencerkan 10 kali hingga menjadi 1: 10.000 dan 0,1-0,3 ml/kg diberikan secara IV bolus cepat. Obat ini memiliki efek inotropik dan kronotropik dan denyut jantung dapat meningkat lebih dari 100/menit dalam 30 detik. Jika bradikardi menetap dapat diberikan ulang setelah 3-5 menit.

Sodium bikarbonat.

Penggunaan obat ini hanya diindikasikan pada kasus henti jantung yang tidak berespon terhadap terapi lain. Dosis yang diperlukan adalah 1-2mEq/kg dari sediaan larutan 0,5 mEq/ml yang diberikan pelan selama 2 menit atau lebih.

Obat lain seperti atropin, dexamethasone, kalsium coramin dan dextrosa tidak berperan pada resusitasi neonatus.

Prosedur setelah resusitasi.

Penting untuk mendokumentasikan kondisi bayi saat lahir dan responnya terhadap resusitasi. Apgar score pada menit pertama dan kelima berguna untuk kepentingan medis dan medikolegal. Setelah ventilasi dan sirkulasi sudah tertangani, bayi harus dimonitor, diberikan layanan pendukung sesuai indikasi, dan dijaga agar gula darahnya tetap dalam batas normal.

Hipotermia terinduksi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hipotermia terinduksi (sekitar 34°C) untuk anak-anak dengan ensefalopati iskemik hipoksik dapat menurunkan mortalitas dan derajat kerusakan otak pada beberapa diantaranya. Masih perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai penggunaan metode ini. Penghindaran hipertermia sangat penting bagi bayi yang mengalami hipoksia-iskemia. Orang tua dan keluarga dari penderita harus diterangkan mengenai prosedur yang dijalani dan hal-hal yang akan dilakukan setelah usaha resusitasi telah berhasil. Pada kondisi tertentu seperti pada prematuritas berat dan malformasi kongenital yang mematikan, perlu dipertimbangkan penghentian atau malah tidak perlu dilakukan resusitasi.

Asistol dan apnea selama lebih dari 10 menit meskipun dilakukan resusitasi yang adekuat dan kontinyu biasanya jarang tidak menimbulkan kecacatan. Oleh karena itu jika telah dilakukan ventilasi selama 30 menit dan hanya menghasilkan refleks gasping maka perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri usaha resusitasi. Keluarga harus dikonseling dan diberikan dukungan emosi.

0 comments:

Posting Komentar